ACEH - Massa pendukung bendera bulan bintang meminta Uni Eropa dan Crisis Manajement Initiatif (CMI), selaku fasilititor perdamaian Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah RI, bertanggung jawab jika Pemerintah Pusat membatalkan bendera dan lambang Aceh.
Permintaan itu disampaikan dalam petisi yang dibacakan Cut Fatma Dahlia, perwakilan massa di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Banda Aceh.
"Apabila petisi ini diabaikan oleh Pemerintah Indonesia, maka kami atas nama rakyat Aceh mendesak dan meminta CMI serta Uni Eropa bertanggung jawab terhadap perdamaian Aceh," kata Fatma yang disambut massa dengan yel..yel hidup Aceh, Allahu Akbar, Senin (1/4/2013).
Menurutnya, pengesahan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh DPRA dan Gubernur Aceh sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, sebagai turunan MoU Helsinki.
Dalam petisinya, dia meminta bendera bulan bintang dan logo singa burak tetap dipertahankan sebagai bendera dan lambang Aceh.
"Mendesak Pemerintah Aceh dan DPRA untuk tetap komit mempertahankan dan tidak mengubah bentuk, warna, dan lambang Aceh yang telah disahkan serta dimasukkan ke dalam lembaran daerah Aceh," ujar Fatma.
Menteri Dalam Negeri dan Presiden RI didesak tidak membatalkan bendera dan lambang tersebut, karena itu bagian dari kekhususan Aceh.
"Mendesak Kemendagri dan Presiden RI untuk tidak membatalkan, dan tidak membenturkan kekhususan Aceh yang tertuang dalam MoU Helsinki, khususnya Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dengan PP Nomor 77 tahun 2007 dan dengan Undang-Undang lainnya," sebut dia.
Dalam aksi di depan gedung parlemen, massa mengusung sejumlah bendera bulan bintang dan meneriakkan yel..yel hidup Aceh, Allahu Akbar.
Sementara itu, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, Ketua Komisi A DPRA Adnan Beuransyah, Wakil Ketua Komisi A DPRA Nurzahri dan Anggota DPRA Teungku Harun ikut keluar menemui massa.
Keempat wakil rakyar itu merupakan politikus Partai Aceh, partai yang paling getol memperjuangkan bekas simbol GAM menjadi bendera dan lambang Aceh.
Permintaan itu disampaikan dalam petisi yang dibacakan Cut Fatma Dahlia, perwakilan massa di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Banda Aceh.
"Apabila petisi ini diabaikan oleh Pemerintah Indonesia, maka kami atas nama rakyat Aceh mendesak dan meminta CMI serta Uni Eropa bertanggung jawab terhadap perdamaian Aceh," kata Fatma yang disambut massa dengan yel..yel hidup Aceh, Allahu Akbar, Senin (1/4/2013).
Menurutnya, pengesahan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh DPRA dan Gubernur Aceh sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, sebagai turunan MoU Helsinki.
Dalam petisinya, dia meminta bendera bulan bintang dan logo singa burak tetap dipertahankan sebagai bendera dan lambang Aceh.
"Mendesak Pemerintah Aceh dan DPRA untuk tetap komit mempertahankan dan tidak mengubah bentuk, warna, dan lambang Aceh yang telah disahkan serta dimasukkan ke dalam lembaran daerah Aceh," ujar Fatma.
Menteri Dalam Negeri dan Presiden RI didesak tidak membatalkan bendera dan lambang tersebut, karena itu bagian dari kekhususan Aceh.
"Mendesak Kemendagri dan Presiden RI untuk tidak membatalkan, dan tidak membenturkan kekhususan Aceh yang tertuang dalam MoU Helsinki, khususnya Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dengan PP Nomor 77 tahun 2007 dan dengan Undang-Undang lainnya," sebut dia.
Dalam aksi di depan gedung parlemen, massa mengusung sejumlah bendera bulan bintang dan meneriakkan yel..yel hidup Aceh, Allahu Akbar.
Sementara itu, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, Ketua Komisi A DPRA Adnan Beuransyah, Wakil Ketua Komisi A DPRA Nurzahri dan Anggota DPRA Teungku Harun ikut keluar menemui massa.
Keempat wakil rakyar itu merupakan politikus Partai Aceh, partai yang paling getol memperjuangkan bekas simbol GAM menjadi bendera dan lambang Aceh.
http://www.acehinfo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar